Cinta memang membutuhkan pengorbanan tapi jangan menjadi korban

Selasa, 17 Juli 2012

Akhirat Itu Kekal

Bab I
ILMUL YAQQIN - HAQQUL - AINUL YAQQIN

Dalam ruang lingkup masalah keagamaan seperti kerasulan Muhammad, al-Qur'an sebagai wahyu dari Allah, pahala, siksa, surga, neraka, kiamat, akhirat, kebangkitan kembali, pengadilan (kitab), surga-neraka dimana, akhirat kekal atau tidak, merupakan hal-hal yang nonempiric-nonsaintifik, artinya di luar wilayah jangkauan penghayatan dan pengalaman manusia.
dengan demikian, ilmu tentang masalah keagamaan tersebut yang dapat diraih manusia sangat terbatas, hanya sejauh yang diinformasikan Allah dalam al-Qur'an, yang Allah sendiri disebut sebagai ilmul yaqqin (QS. at-Takaatsur). Ilmu artinya pengetahuan dan yaqqin artinya yang harus diyakini oleh setiap orang yang beriman. Ilmul Yaqin berbeda dengan sains, atau yang lazim disebut dengan ilmu pengetahuan. Sains adalah hasil penghayatan dan pengalaman manusia dalam menguak misteri ciptaan Allah yang tergelar di Alam Raya ini, dengan melakukan penelitian, observasi, riset dan sebagainya.
Dengan berbagai metode, manusia (ahli; peneliti) memperoleh data yang diperlukan, kemudian data tersebut diolah. Hasil dari pengolahan data tersebut disebut "temuan". temuan atau apa yang dihasiltemukan dapat dinilai, dikoreksi, direvisi, atau dikembangkan, disempurnakan, dibenarkan disalahkan dan sebagainya.
Kini, banyak temuan di berbagai bidang yang telah sampai pada tingkat akurasi yang sangat trisei, kalo toh ada koreksi sudah sangat kecil. itulah sains, ilmu pengetahuan yang berbeda dengan ilmul yaqin, karena dalam ilmul yaqin, manusia tidak mungkin mengoreksi, mengembangkan atau menyempurnakan atas apa yang diinformasikan Allah dalam al-Qur'an.
Al-Qur'an adalah kumpulan wahyu yang diterima Muhammad. Pengalaman menerima wahyu adalah pengalaman yang sangat pribadi dan luar biasa, sehingga tidak mungkin diketahui oleh siapa pun tentang proses pewahyuan terjadi. maka al-Qur'an sebagai himpunan wahyu yang diterima Muhmmad dari Allah yang berproses secara bertahap selam kurun waktu  lebih dari 23 tahun yang berisi berbagai informasi masalah-masalah keagamaan utamanya, merupakan  pengetahuan (ilmu)  bagi yang mengimaninya, bukan sebagai pengetahuan yang bersifat saintifik-empirik tapi sebagai ilmul yaqin (diterima apa adanya dan diyakini kebenarannya).
Allah berfirman :
"Sekali-kali tidak! kalo kamu mengetahui dengan ilmul yaqin, pasti kamu tahu (bahwa kelak di akhirat ada) neraka jahim," (QS. at-Takaatsur).

Jadi kalo manusia yakin (beriman) atas informasi dari Allah yang ada dalam al-Qur'an, maka manusia pasti tahu bahwa di akhirat kelak akan ada neraka jahim. Muslim tahu di akhirat kelak akan ada neraka jahim bukan lewat penelitian (riset), tapi memperoleh informasi dari Allah. itulah ilmul yaqin.
Al-Qur'an itu untuk manusia, sedang kemampuan manusia menangkap sebuah informasi yang kemudian diimani sebagai ilmu dari Allah, memiliki keterbatasan, maka nilai kebenaran yang bisa ditangkap oleh manusia, paling tinggi memiliki kualifikasi haqqul yaqin (kebenaran yang diyakini/diimani).
Setiap muslim yakin dan beriman bahwa al-Qur'an itu kebenaran dari Allah, namun demikian keyakinannya tidak sampai pada tingkat kemutlakan (absolutisme), sebab sifat keabsolutan hanya milik Allah yang Maha Mutlak.
tentang al-Qur'an sebagai kebenaran yang harus diyakini, Allah berfirman :
"Dan sesunnguhnya al-Qur'an itu adalah kebenaran yang harus diyakini (diimani)," (QS. al-Haqqoh: 51)

jadi kuncinya adalah iman. dengan keimanan itulah muslim meyakini apa saja yang diinformasikan Allah, zat yang Maha Mutlak (Maha Tak Terbatas) itu sebagai suatu kebenaran (haqqul yaqin). sedang yang dilihat dengan kasat mata kelak diakhirat, oleh Allah disebut Ainul Yaqin (pandangan mata yang diyakini).

Allah berfirman :
"Kemudian kelak kamu akan melihat neraka jahim dengan pandangan mata yang yakin," (QS. al-Takaatsur).

Maka ilmul yaqin adalah pengetahuan atas dasar keimanan tanpa dukungan data yang bersifat empirik. ketika Allah mengisahkan riwayat hidup nabi-nabi misalnya, maka pengisahan tersebut tanpa dukungna data apapun. dan itu berbeda dengna sejarah kerajaan Majapahit misalnya, yang didukunng sejumlah data seperti-prasasti-prasasti, cerita-cerita rakyat, dan sebagainya. maka kisah-kisah dalam al-Qur'an merupakan ilmul yaqin yang kebenarannya berkualifikasi haqqul yaqin, sedang dasar mempercayainya adalah keimanan.




Bersambung .. 
*kutipan dari buku "Akhirat Itu Kekal": Imron AM, yang membantah tulisan Agus Mustofa tentang "Ternyata Akhirat Tidak Kekal".*

0 komentar:

Posting Komentar